Blog Informasi Gaya Hidup Sehat

Pandemi Covid-19 Bikin Tenant Pusat Perbelanjaan Menyerah

Pandemi Covid-19 Bikin Tenant Pusat Perbelanjaan Menyerah

Pandemi Covid 19 yang belum kunjung usia di kuartal III 2020 ini membuat banyak mal dan pusat perbelanjaan merugi hingga Rp 200 triliun. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kota dinilai membuat omzet menurun hingga 50 persen. Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, PSBB membuat pusat perbelanjaan membatasi kapasitas pengunjung maksimal 50 persen dan ini membuat omzet pun ikut berkurang setengahnya.

"Kami omzet setahun Rp 400 triliun. Kalau 50 persen turun jadi sekira Rp 200 triliun, ya kerugiannya di situ, tapi kan biayanya tidak bisa menutup," ujarnya saat webinar, Senin (28/9/2020). "Kami selaku sektor di tengah punya kewajiban ke pemerintah berupa setoran pajak saat mengalami kondisi sulit. Kami ada tanggung jawab ke karyawan juga," katanya. Dia menambahkan, arus kas dari tenant penyewa di pusat perbelanjaan juga sudah lesu sejak Maret karena adanya PSBB.

"Pusat belanja dan tenant 6 bulan ini berat. Tidak baik dari Maret sampai sekarang, omzet dan kas dari perusahaan minim," ujarnya. Tenant Menyerah Budihardjo menyatakan, sejumlah memilih menyerah dengan tidak lagi melanjutkan kontrak syewa ruangan di pusat belanja karena dampak pandemi corona atau Covid 19.

"Tenaga kerja kami ada 3 juta orang, yang terdampak 50 persen ada di pusat belanja di mal. Jadi, sekira 1,5 juta karyawan (kena dampak)" ujarnya. Budihardjo mengatakan, anjloknya omzet membuat pihak penyewa maupun tenan memiliki beberapa pilihan terhadap karyawan, satu di antaranya yakni dirumahkan. "Kami rumahkan dan tanpa bantuan pemerintah bisa tutup seluruhnya. Ada ritel yang sudah tutup tenant di seluruh mal, jadi tenant sudah nyerah, itu ada," katanya.

Menurut dia, dampak turunnya omzet pusat belanja otomatis berpengaruh terhadap pendapatan karyawan, sehingga konsumsi mereka jadi tidak banyak. "Kalau 50 persen (karyawan) terdampak, sebesar itu yang berkurang pendapatannya, belum termasuk keluarganya. Daya beli terkena juga meski ada bantuan pemerintah, kami harap lebih baik, tapi September kemarin Jakarta PSBB lagi," ujarnya. "Mal mal di daerah sekitar Jakarta ramai limpahan dari Jakarta, intinya bukan disitu, ramainya weekend saja."

"Namun, pusat belanja yang sudah memberi protokol kesehatan harus pemerintah beri kepastian usaha, jangan semua disamaratakan," ujarnya. "Jangan semua (di Jakarta) tutup, ada tempat lain tidak ada protokol kesehatan justru buka. Ini yang penting sehat dulu," katanya. Dia menyatakan, anggota Hippindo di sekitar Jakarta patuh terhadap protokol kesehatan karena konsumen juga mengutamakan itu.

"Kalau di daerah penyangga boleh untuk makan di tempat, di sana kami lakukan protokol kesehatan ketat. Maksudnya kalau usaha sudah jalan, konsumen cerdas pastikan kesehatan dulu daripada makan makan," ujarnya. Sementara itu, Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyatakan, khawatir pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta semakin diperpanjang. Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, hal itu karena kasus positif virus corona atau Covid 19 masih naik terus. "Khawatir PSBN makin diperpanjang karena tren kasus positif terus naik. Padahal maksud PSBB untuk kurangi kasus positif," ujarnya. Menurut Widjaja, jika ini berlarut maka beberapa tenant misalnya makanan dan minuman yang tadinya sudah rumahkan karyawan akan meningkat jadi pemutusan hubungan kerja (PHK). "Kalau sudah PHK terhadap penyewa mempengaruhi perusahaan (pusat belanja). Kalau penyewa tenant kolaps, tentunya berdampak ke pusat perbelanjaan," katanya. Disisi lain, dia menambahkan, berharap pemerintah menangani dampak kesehatan karena pihaknya tidak tahu jumlah kasus positif Covid 19 kapan menurunnya. "Harus kita antisipasi, kami bersama pemerintah berusaha turunkan kasus positif Covid 19. Namun, di satu sisi perusahaan tenan sudah kehabisan tenaga, di sisi lain kasus positifnya kami tekan dari pusat perbelanjaan," pungkas Widjaja.

PT Danareksa menyatakan, kelas menengah ke atas tidak bisa lagi banyak melakukan konsumsi karena dampak pandemi corona atau Covid 19. Kepala Ekonom Danareksa Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan, kalangan borjuis ini biasanya belanja barang mewah ke mal mal, tapi sekarang tidak bisa karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). "Jadi, akhirnya mereka juga tidak bisa konsumsi. Kalau misalnya mereka konsumsi


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.