Blog Informasi Gaya Hidup Sehat

Brigjen Prasetijo Sebut Kompol Jhony Pengkhianat Terkait Kesaksian Soal Pembakaran Surat Jalan Palsu

Brigjen Prasetijo Sebut Kompol Jhony Pengkhianat Terkait Kesaksian Soal Pembakaran Surat Jalan Palsu

Perwira polisi berpangkat Kompol, Jhony Andrijanto, mengakui Brigjen Pol Prasetijo Utomo memerintahkan dirinya untuk membakar surat jalan palsu yang digunakan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ke Indonesia. Hal itu dilontarkan Jhony saat menjadi saksi kasus surat jalan palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (10/11/2020). Jhony yang menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri ini menjelaskan awal mula perintah untuk membakar surat jalan palsu itu dilakukan Brigjen Prasetijo melalui sambungan telepon.

Saat itu, Jhony menyatakan bahwa surat asli yang digunakan untuk mengurus perjalanan Djoko Tjandra dari Pontianak ke Jakarta itu masih tersimpan dalam mobilnya. Tak lama mendapat kepastian posisi surat tesebut, Prasetijo pun meminta Jhony untuk membakar surat tersebut. Seusai mendapat perintah, Jhony langsung membakarnya di pekarangan rumah rekannya bernama Suryana yang berada di Jalan Aria Suryalaga, Bogor, Jawa Barat pada 8 Juli 2020.

"Betul apa yang memang saya katakan dalam BAP (soal pembakaran). Jadi semua saya lakukan karena perintah," ungkap Jhony. Lebih lanjut Jhony mengaku dirinya sempat mendokumentasikan upaya menghilangkan barang bukti tersebut melalui telepon genggamnya. Dokumentasi pembakaran surat jalan Djoko Tjandra tersebut diberikan Jhony saat menghadap Brigjen Prasetijo di ruangannya.

“Jam 2 siang saya ke ruang beliau, saya tunjukkan ke beliau. Saya lihatkan HP saya, 'Izin jenderal, perintah sudah saya laksanakan', (dijawab Prasetijo) 'Oh iya bagus', beliau jawab gitu," ujar Jhony. Upaya menghilangkan barang bukti ini tertulis dalam surat dakwaan Brigjen Prasetijo yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum. Hal itu dilakukan untuk menutupi penyidikan pemalsuan yang dilakukan Prasetijo. Jenderal bintang satu itu juga bermaksud menghilangkan barang bukti yang menerangkan bahwa dirinya bersama Jhony ikut menjemput Djoko Tjandra.

Brigjen Prasetijo diancam pasal 263 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Ia juga dikenakan pasal 426 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Ketiga, Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Dalam persidangan, Jhony mengatakan tidak mengetahui alasan Brigjen Pol Prasetijo Utomo memerintahkan dirinya membakar dokumen surat jalan palsu Djoko Tjandra tersebut.

Namun kata dia, perintah itu muncul usai atasannya dipanggil Kabareskrim Polri. "Saya tidak tanya tapi beliau menyampaikan, 'saya habis dipanggil Kabareskrim dan menyampaikan ada viral surat tersebut', maka itu beliau menanyakan (soal surat)," ungkap Jhony di persidangan. Mulanya Jhony dihubungi atasannya itu melalui panggilan telepon.

Brigjen Pol Prasetijo Utomo bertanya soal dokumen yang sebelumnya digunakan untuk pengurusan perjalanan Jakarta Pontianak. Surat tersebut masih tersimpan di dalam mobilnya sesuai perintah pertama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Kemudian Prasetijo meminta Jhony membakar dokumen dokumen yang saat itu diperuntukan mengurus perjalanan buronan Kejagung, Joko Soegiarto Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking.

Usai menerima perintah tersebut, dokumen itu dibakar Jhony Andrijanto di Jalan Aria Suryalaga, Bogor, Jawa Barat pada 8 Juli 2020. Jhony menyatakan surat yang dibakarnya asli. Setelah dokumen itu menjadi debu, Jhony mendokumentasikannya menggunakan HP Samsung A70 warna putih.

Kemudian Jhony datang ke kantor Brigjen Pol Prasetijo Utomo untuk melapor sekaligus memperlihatkan bukti dokumentasi surat surat yang telah dibakar di dalam galeri handphonenya. "Saya mendokumentasikan untuk apa? Untuk laporan kepada pimpinan saya. Saya melaporkan, di ruang makan pada saat itu. Saya memperlihatkan. Kemudian beliau bilang 'ya bagus'," kata Jhony. Dalam dakwaan, jaksa menyatakan surat surat tersebut dibakar dalam upaya menutupi penyidikan pemalsuan yang dilakukan Prasetijo.

Tim kuasa hukum Brigjen Prasetijo Utomo bantah kesaksian Jhony Andrijanto. Pada Selasa (10/11/2020), Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang perkara surat jalan palsu Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Pada persidangan kali ini, tujuh saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan satu diantaranya ialah Jhony selaku anak buah Prasetijo.

Memberikan kesaksian pertama, Jhony mengatakan dirinya diperintahkan oleh Prasetijo membakar dokumen, yang berisikan surat jalan, surat bebas Covid 19 dan surat rekomendasi kesehatan atas nama dirinya, Prasetijo, Djoko Tjandra dan Anita Dewi A. Kolopaking. Selajutnya, kesaksian itu ditepis oleh kuasa hukum Prasetijo, Rolas B Sitinjak kepada awak media. "Pras (Prasetijo) sendiri tidak pernah menyuruh membakar pembakaran itu tidak pernah ada dan tidak pernah keluar dari mulut klien kami," kata Rolas di lokasi.

Rolas mengatakan dari beberapa saksi yang dihadirkan, dirinya belum melihat adanya saksi fakta yang sangat kuat. Menurutnya semua saksi yang dihadirkan hanya memberikan keterangan dan persepsi saja. "Jadi saksi saksi yang dihadirkan selama ini yang sudah ada 9 saksi kami belum melihat ada saksi fakta yang sangat kuat. Semuanya keterangan, semuanya persepsi, persepsi, persepsi," jelasnya.

"Satu tidak pernah ada ini persoalannya 263 pemalsuan, apa yang dipalsukan aslinya tidak ada. Kedua yang membuat surat. siapa yang membuat surat? Pras tidak pernah membuat surat. Semua anak buahnya. Semoga ada keadilan dalam Republik kita ini," tandasnya. Dalam sidang kemarin, Prasetijo sempat "mencecar" sang kompol dengan sejumlah pertanyaan. "Kapan saudara tau surat tersebut viral?" tanya Prasetijo kepada Johny."Pada saat saya lapor ke Jenderal. Tanggal 8 Juli. Kan Jenderal bilang sendiri, 'Waduh viral nih, saya dipanggil Pak Kabareskrim'," kata Johny.

Surat jalan yang diduga dipalsukan dalam perkara itu diketahui diperuntukan untuk memonitoring covid 19 di Pontianak. Dalam surat itu, jabatan Djoko Tjandara dan Anita Kolopaking ditulis sebagai konsultan, dengan keperlan konsultasi dan koordinasi. Namun, Johny mengakui bahwa selama di Pontianak, kegiatan monitoring itu tidak terjadi. "Saya pada saat itu hanya menerima perintah untuk mendampingi ke Pontianak oleh piminan saya, ya saya otomatis ikut mendampingi pimpinan saya ke Pontianak," jelas Johny. "Terima kasih Pak Johny, anda sudah bantu saya, atau terbalik, saya bantu membina anda di Biro PPNS. Terima kasih sudah jadi pengkhianat," pungkas Prasetijo.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.